"Murni, kenapa kamu sangat berusaha?"
"Agar tidak datang penyesalan."
"Bagaimana bisa, berusaha, lalu penyesalan tidak datang?"
"Karena habis sudah daya upaya dalam usaha,
tidak lagi ada alasan untuk penyesalan."
"Betul juga."
"Lalu kamu, Tono, setelah berkontemplasi cukup lama
dan akhirnya bulat akan keputusan yang kau buat.
Apa menjamin kemangkiran dari penyesalan?
Sedang, dalam sudut pandang apa kamu mengkajinya?"
"Saya mengkaji pikiran demi pikiran yang mendatangkan kebahagiaan.
Saya mengaktualisasi akal budi saya.
Saya melihat hal yang paling jauh dan paling tinggi."
"Tanpa mempertimbangkan aspek lain?"
"Misalnya?"
"Akibat dari hasil kontemplasimu terhadap orang lain,
yang mungkin jumlahnya terhitung jari."
"Hasil kontemplasi saya sudah pasti untuk kepentingan orang banyak.
Bukan hanya saya, atau satu dua orang."
"Tono, banyak bukan berarti baik."
"Terkadang untuk menyelamatkan banyak orang,
kita harus mengorbankan yang jumlahnya terhitung jari."
"Meski hanya terhitung jari,
mbok ya ora kena nglarani.
Berarti apa kamu sudah yakin betul di mulai dari proses
hingga sampai kepada hasil dari buah pikirmu,
bahwa, sempurna sudah pengkajianmu?"
"Tentu saja.
Saya sudah lihat dan perhatikan dengan seksama."
"Hati-hati Tono,
saya khawatir,
ada satu aspek analisis yang terlupa.
Sedang, kebahagiaan hakiki sebetulnya datang daripadanya.
Kadang mripat iso salah ndelok.
Kuping salah krungu.
Lambe iso salah ngomong.
Tapi, ati ora iso bakal diapusi."
Februari 2018
kontemplasi hati yang ora iso diapusi
ReplyDeletemenarik
dialogis ragam pesan tersampaikan
pesan penyesalan yang tak bisa diabaikan
kehati-hatian berkontemplasi