Pagi Yang Segera Menyembul Dari Malam




Segarnya angin pagi membumbungkan asa ke langit-langit rumah
Terbang menembusnya dan masuk ke dalam awan
Pemukiman di mana aku bisa duduk santai di teras depan rumah
Memandang para tetangga sibuk berdandan

Matahari mengejar setiap raga merotasi dunia
Dengan secangkir kopi hitam aku melemaskan senyum
Mataku mengudara mencari kelakar kehidupan
Bahwa di mana berada, di sana ada bahagia dan duka dalam satu singgasana

Menghirup kebebasan dalam hati yang kerap dirundung sepi
Sepi bukan berarti sendiri
Menyepikan hati dalam manis kebersamaan
Begitu ramah dan apa adanya

Matahari semakin tinggi
Tegur sapa menghampiri
Segera aku bangkit dan merekahkan bunga di saku wajahku
Lambaian tangan tanda sampai jumpa

Bukan selamat tinggal atau meninggal
Tetapi, ajakan untuk terus bertemu
Tanpa biru mengganggu atau semu
Tanpamu dan kamu dan kamu

Aku hidup di dalam batu



RAWAMANGUN

*Teruntuk Tembok dengan segenap kepercayaan dan kasih sayang di dalamnya
(Puisi pertama untukmu yang berurai air mata bahagia)

Rawamangun, 4 November 2015

Comments

Post a Comment