Pesan Ibu


Manis
Seperti musisi tua sendu berdawai di hari minggu
Jemarinya kelu
Lembab setiap kata yang sudah tua
Lama tak terjamah, teraba oleh naluriah

Tragis
Sekali lagi menangis dalam tulis
Hukuman Manis dari Dosa Manis
Pikirnya hukuman, nyatanya kesengajaan
Ia kembali menari di dalam mati suri

Di baliknya bangkit di penghujung Sangkakala
Di berinya nyawa dari kesedihan
Dan sebuah dua buah apresiasi
Menggumul jati diri berserakan


Setiap rangka kata adalah sebuah kejujuran absolut
Dari satu dua buah definisi
Jiwanya tua seperti penulis uzur di pematang umur
Mungkin juga sudah mati atau sekarat, lumpuh paling tidak
Seolah jiwa yang menonton jiwa, takhayul

Anak kecil itu memakai kemben batik berwarna cokelat tua berpola
Langkahnya tak beralas
Sedang ibu kota tumbuhkan pesat, ia menatap benci
Alih-alih menumbuk di kuali

Ibunya menyemai padi
Geram di dalam petik demi petiknya
Nak, kalau sudah besar nanti jangan kau semai padi
Semai hati berselaras dengan nadi

Lamun dan harap yang bersenyawa
Jangan pula
Kau akan terjungkal dalam tafsirnya
Sesak, kau pasti mati

Jangan mati di gunung!
Damainya itu mati tidak sendiri
Jadikan satu kesatuan iman dan damai utuh
Harus terus tumbuh
Harus terus cari

Kalau sudah damai nanti
Jangan lamat-lamat kau bersuka
Cari lagi
Gubah lagi


Rawamangun, 27 Februari 2018




Comments

  1. anaknya ?
    bagaimana dia meng gubah lagi
    menerima pesan ibu termakna manis dan tragis
    terlalu angan memikir
    ah itu kuasamu penuli

    ReplyDelete

Post a Comment