"Maukah kau menikah dengan saya?"
"Tahukah sampean,
siapa laki-laki yang dapat menikah dengan saya?
Laki-laki yang gagah perkasa jiwa dan raga,
seumpama panglima perang jaman dahulu.
Intelektualitasnya yang tinggi,
diasah dengan membuat strategi-strategi perang,
yang sebanding dengan kekuatan fisiknya
saat membelah kepala musuhnya.
Sabarnya yang dikagumi,
dalam menunggu saat yang tepat untuk menyerang.
Dan saya harus ada di sampingnya
mendampinginya memberi aba-aba,
melihatnya menggorok leher musuhnya,
dan menyeka keringatnya.
Menyediakan apapun yang ia butuhkan.
Saya perempuan,
karena korban keadaan,
saya memiliki kekuatan yang sama dengan laki-laki,
pendidikan sama, dan kesempatan kerja yang sama.
Apa yang mereka kerjakan tidak sulit saya garap.
Adalah saya disudutkan,
untuk mencari identitas selain menjadi istri,
pemuas hasrat suami agar tidak kena penyakit seks
karena bergonta ganti pasangan,
menjadi pelampiasan amarahnya sepulang kelelahan bekerja.
Saya ketakutan.
Saya takut tergelincir seperti perempuan kebanyakan
seperti sekarang: dapur dan kasur.
Adakah laki-laki yang sanggup menerima
pikiran liar seorang perempuan seperti ini?"
"Bagaimana dengan cinta sepasang insan?"
"Ah, romansa, sudah membusuk dia."
Laki-laki berlalu,
memilih menjadi gundik dari seorang wanita tua kaya
bercucu delapan.
Sudirman, 12 April 2018
Comments
Post a Comment