Dewa Kucing



Di suatu pagi yang berbau masakan oseng-oseng Ibu Kucing.
Ayah Kucing yang duduk menjilati tubuhnya
sambil memanggil si Anak Kucing yang baru usai berdandan.

"Naik, kemarin ayah di bekam oleh Kucing Jantan
berumur dua puluh tujuh tahun.
Pernikahan yang telah direncanakan
dengan Kucing Betinanya juga kandas."

"Ya, Lalu?" Jawabnya sambil tetiba tenggelam
dalam letupan-letupan gambar saat ia dan pasangan kucing
bersenda gurau sambil makan ikan asin.

"Ayah tanya kepadanya.
Apa kamu bersedih? Iya jawabnya.
Apa kamu kecewa? Iya jawabnya.
Lalu, apa yang membuat kamu bertahan?"

"Dewa Kucing."

"Jadi, kembalilah kepada Dewa Kucing, Nak.
Kau tidak ditinggalnya mati saja sudah bagus."

"Saya rasa-rasa, mungkin akan lebih baik kalau saya tahu
kepergiannya adalah mati.
Setidaknya saya tahu kemana saya harus berziarah."

"Nah, sudah.
Kau pancang saja sebuah nisan di pekarangan rumah.
Anggaplah dia sudah mati.
Sehingga, kau tenang bersamanya selamanya."

"Tetapi, bagaimana cara aku melupakan
kasih sayangku kepadanya, Yah?"

"Nak, kamu akan kelelahan.
Kamu sudah tidak perlu mencari-cari kasih sayang.
Jadilah arti dari kasih dan sayang itu sendiri."



Jakarta, 27 Maret 2018

Comments