Sebuah perayaan bangun pagi.
Dimeriahkan bekal nasi bungkus Ibu.
Merayakan pendar matahari dari sela-sela gedung yang membelah langit seperempat pagi.
Dengan cahaya jingga keemasan
memantul bukan hanya kaca gedung, pun mata.
Merayakan sebuah takdir yang singgah.
Entah untuk sementara pun selamanya.
Merayakan lahirnya sayap malaikat penebar cinta.
Sesosok penderma kebaikan.
Kata Ayah tadi ketika membaca koran pagi,
"Tak guna melawan takdir
Semua makhluk, paling tidak, sekali seumur hidupnya,
akan bertatap muka dengan takdir yang ditakuti."
Setelah menyeruput kopi,
Ayah memelukku erat sambil berkata,
"Ayah berjanji, kamu pasti akan melupakannya."
Bandung, 24 Maret 2018
Comments
Post a Comment