Ini saat aku memutuskan diriku, bahwa aku bersumpah :
"Aku
Benar
Jatuh
Cinta"
Aku tidak ingin berhenti berbicara dengannya
Menyadarkan separuh aku yang dulu kukira setengah gila
Berada di persimpangan pelosok kejiwaan
Tanpa pemandu, kemana bergerak
Aku tidak ingin berhenti mendengar lontaran kata dari mulutnya
Menginspirasi untukku terus mempertanyakan dunia
Berhenti untuk ketakutan
Atas perginya ia adalah perginya kewarasan dalam kegilaan
Aku tidak ingin berhenti mengagumi iman dari hatinya
Melogikakan agama tanpa pergi dari-Nya
Menjemput Sholat Isya-ku yang sempat luput dari ingatan
Sekembalinya kau, mohonkan doa untukku bersegera menyusul Subuh dan Sholat lainnya
Mengembalikan aku kepada pangkuan-Nya
Dengan cara yang aku suka
Berdialog malam, bercangkir kopi hitam dan kepulan asap di muka
Ia membuatku mengakui buah dari pikiranku
Apa yang selama ini ditolak mentah oleh sebahagian isi kepalaku lainnya
Persandingan manis dari dua prinsip berbeda
Tanpa teriakan atau pecahan kaca
Tapi, rangkaian kata yang saling mengisi dan memakna
Sudah rindu tinta dengan kertasnya
Dan aku, bersamaan dengan kedatangannya, berdiskusi dalam kelakar filosofi
Pesannya bukan macam rayuan pinggiran kota
Teruntuk aku yang suatu ketika membutuhkan
Adalah dia yang siap
Dia tidak berlomba mengejar tempat pertama memberi pertolongan
Tapi, ia menjadikan dirinya garda penjagaan terakhir untukku
Semakin aku jatuh ke dalam peluk syahdu jiwanya
Ketika ia tawarkan janji untuk terus melihat rupa milikku di dalam setiap karyaku
Kemurnian rasa yang telah lama tak bersua, tanpa nafsu di dalamnya
Tanpa tatap mata, tanpa tahu sedang apa
Hanya kata dan, menurutnya, aku tergambar di dalamnya
Dan aku berjanji,
Bahwa benar aku mencintainya
Di suatu ketika aku tak lupa senyumannya
Semoga belum terlambat atau terlalu cepat
02.16
Pondok Kopi, 28 Oktober 2015
Comments
Post a Comment